Atheisme

Pembicara: Rizal Mallarangeng, Goenawan Mohamad, Luthfi Assyaukanie
Moderator: Martin Sinaga

Seperti biasa tiap tahun Freedom Institute menyelenggarakan diskusi sambil beramal karena memberikan makan gratis kepada Anda-Anda. Itu amal jariyah. Baik saudara-saudara. Seperti biasa diskusi ramadhan ini kami pilihkan beberapa topik yang menarik. Dalam bulan ini 3 kali. Jadi seperti anda lihat topik-topiknya sengaja kita pilih yang kira-kira bisa menggugah. Memang sengaja ramadhan ini kita bicarakan beberapa isu, seperti atheisme modern, dengan beberapa buku yang provokatif, menarik, tajam, mendalam, sekaligus sangat filosofis, dengan harapan bahwa iman anda semakin kuat.

Jadi kalau ujiannya makin top, makin berat, hasilnya bisa dua hal: anda bisa terkapar porak-poranda keimanannya; tetapi anda juga bisa tumbuh semakin kuat. Karena memang buat Freedom Institute tidak ada jalan tengah. Nanti di sini ada Mas Dawam. Kita bisa minta kepada senior kita untuk memberi beberapa pendapat tentang hal-hal seperti ini. Tapi topik-topik dan buku-buku yang kami pilihkan dan juga review yang ada, yang akan dibagikan pada setiap diskusi, saya kira akan mencapai tujuan yang kami inginkan di sini, yakni menghentakkan kita dari tidur dogmatik dengan sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang diwakili oleh para penulis, novelis, esais pemikir yang memang sangat mumpuni dalam bidangnya.

Jadi yang pertama mendiskusikan topik tentang atheisme modern dengan beberapa buku yang baik, yang saya kira sudah anda lihat. Kemudian yang kedua novel Snow karya Orhan Pamuk, pemenang nobel dari Turki, dan yang ketiga atau yang terakhir adalah The Islamist karya Ed Husain yang kontroversial itu. Jadi tiga-tiganya berbicara kurang lebih dalam topik yang sama tapi dengan berbagai macam pendekatan. The Islamist adalah tentang pengalaman seseorang yang telah masuk dalam pergolakan dan pergerakan keislaman, kemudian ke luar dan memberikan kesaksian. Anda bisa setuju, anda bisa tidak setuju, tapi kesaksian semacam ini, yang ditulis dengan sebuah semangat berpolemik, saya kira selalu menarik untuk didiskusikan. Kalau anda mau rajanya polemik, anda harus baca bukunya Richard Dawkins, dan saya kira kalau anda tahan membacanya sampai akhir, saya jamin iman anda makin kuat. Baik saudara moderator, saya kira sampai di situ pengantar saya. Nanti saya akan membahas sebagai penanggap saudara Goenawan Mohamad dan saudara Luthfi. Mas Goen katanya sebentar lagi akan sampai.


Moderator
Terima kasih saudara Rizal. Saudara-saudara, sebagaimana kita tahu, kita akan membicarakan 3 buku dan tampaknya buku ini memang ada di toko-toko buku besar di dunia ini. Saya waktu tiba di airport, di toko buku, di berbagai kota saya menemukan 3 buku ini. Sampai saya merasa kok buku-buku yang mendukung Tuhan susah didapat. Untung saya masih dapat satu buku karangan Giovanni Fatimo, After the Dead of God. Jadi, setelah kematian Tuhan itu bagaimana? Dan sekilas saya melihat dia ini seorang nihilis, tapi karena dia seorang Nietzschean, dia malah mau melanjutkan sesuatu mengenai Tuhan.

Tapi saudara-saudara, 3 buku ini tampaknya berbeda dari buku-buku atheisme klasik. Freud sebagaimana kita tahu telah membuat agama sekadar invantilisme. Dari Marx kita tahu agama adalah cerminan orang miskin, begitulah kurang lebih. Nah, saudara-saudara, pada hari ini kita membicarakan 3 buku atheisme kontemporer. Kalau ditanya mengapa tiba-tiba buku-buku ini masuk ke pasar dan laku, tampaknya mencerminkan situasi agama dan masyarakat. Kalau saudara amati, buku-buku seperti buku Sam Harris, Letter to a Christian Nation, kira-kira mau menyatakan bahwa semakin kau cari ke dalam agama, intoleransi yang kau temukan. Jadi untuk apa? Kira-kira begitu. Dan juga cerminan dari situasi beragama sehingga buku-buku ini laku. Kalau God is not Great kita baca, maka kira-kira dia mengatakan: lihat itu 9/11, lihat katrina, lihat tsunami, di mana Dia? Di mana Tuhan? Nggak ada itu.

Jadi Teodisi tidak bisa dijawab. Menurut Christoper Hitchens, tidak lagi ada dasar percaya pada Tuhan. Sementara Dawkins berpendapat bahwa semakin diperiksa manusia dengan seluruh proses evolusinya, ketahuanlah Allah itu tidak faktor, tidak menjadi faktor penentu kita sampai begini. Jadi saudara-saudara, Tuhan, agama, intoleransi, irrasionalitas. So, apalagi yang bisa kamu katakan bahwa Tuhan itu ada? Kira-kira begitu argumen umum mereka, dan ini memang amat kontemporer karena terbukti memang agama semakin intoleran, kehidupan semakin tak berdaya, tsunami, dan sains semakin menentukan setiap perkembangan manusia dll. Nah, mungkin untuk lebih rincinya, Luthfi dulu memberi potret atheisme kontemporer ini, nanti Mas Goen ya, lalu nanti Bang Rizal. Silahkan Mas Luthfi.

transkrip diskusi unduh

Enjoyed this article? Stay informed by joining our newsletter!

Comments

You must be logged in to post a comment.