Pemilu AS, Drama Politik, dan Tuntutan Akal Sehat

Foto oleh Mikhail Nilov dari Pexels

SEJAK AWAL KAMPANYE, semua orang sudah tahu bahwa persaingan Wakil Presiden Al Gore dan Gubernur Texas George W. Bush akan seru. Tetapi tidak ada satu pun yang menduga bahwa semuanya akan berlangsung seseru dan seketat yang terjadi dalam beberapa hari belakangan ini. Sejak Selasa malam, rakyat AS menyaksikan sebuah drama politik besar yang hanya datang sekali atau dua kali dalam seabad.

Belum pernah terjadi dalam sejarah Amerika modern, jabatan politik tertinggi yang oleh rakyat dianggap sebagai personifkasi sistem demokrasi mereka ditentukan hanya oleh segelintir pemilih.

Empat dekade silam kompetisi antara Richard Nixon dan John Kennedy juga berlangsung ketat. Tetapi perbedaan dukungan bagi keduanya di Negara Bagian Illinois, yang waktu itu menjadi penentu untuk memenangkan jumlah keseluruhan dewan pemilih, electoral college, masih berkisar pada angka ratusan ribu.

Sekarang, menurut hasil penghitungan ulang versi Associated Press, Bush berhasil mengungguli Gore di Florida hanya dengan perbedaan 327 suara. Memang, komite pemilu setempat masih menunggu penghitungan kertas suara yang datang dari penduduk Florida yang bermukim di luar AS (mereka memberi batas waktu hingga 17 November). Namun sudah bisa ditebak, komposisi perbedaan suara tidak akan banyak berubah. Karena warga Florida di luar negeri umumnya adalah kaum republikan, Bush tetap akan menang, dengan perbedaan di bawah dua atau tiga ribu suara. Artinya, kurang dari 0,1 persen dari jumlahpemilih di Florida yang pada akhirnya menentukan siapa yang menjadi presiden ke-43 AS, sebuah jabatan politik yang juga kerap dikatakan sebagai jabatan terpenting di dunia. Oleh kalangan pers AS, kemenangan seperti ini dijuluki sebagai razor-thin victory, kemenangan setipis pisau silet.

Dengan hasil akhir seperti itu, tidak heran jika kubu Al Gore, di bawah pimpinan mantan Menlu Warren Christopher dan Ketua Kampanye William Daley, enggan menerima begitu saja kekalahan mereka. Karena itu, dalam tiga hari belakangan ini rakyat Amerika menyaksikan sesuatu yang hanya disaksikan oleh nenek-moyang mereka pada abad ke-19: dengan mengerahkan pengacara, aktivis, pendeta dan massa, kubu yang terancam kalah menuntut pemilu ulang di beberapa kawasan pemilihan serta membuka kemungkinan yang bisa menggiring negeri mereka ke arah kebuntuan politik.

Akal Sehat

Semua itu membuat banyak orang menduga dalam beberapa hari mendatang, retorika politik di kubu kaum republikan dan kubu kaum demokrat akan semakin tajam dan memanas.

Pada hemat saya, krisis dan pertikaian Bush-Gore tidak akan berlangsung terlalu lama. Tuntutan paling keras yang disuarakan oleh kubu Al Gore sesungguhnya bersandar pada argumen yang sangat lemah. Mereka menuduh bahwa desain kertas suara di Palm Beach, sebuah kabupaten di Florida Selatan dengan 400.000 pemilih, membingungkan dan menipu rakyat. Karena kebingungan ini setidaknya ada 3.000-an suara pendukung Gore yang tanpa sadar beralih ke Patrick Buchanan, sebuah jumlah yang cukup besar untuk memenangkan Gore mengingat perbedaan suara yang begitu tipisnya.

Namun, kalau kita perhatikan desain kertas suara yang dalam tiga hari terakhir sudah menjadi buah bibir di setiap rumahtangga di AS itu, sesungguhnya tidak ada hal yang membingungkan di dalamnya. Di situ terlihat sangat jelas bahwa di sisi setiap nama kandidat ada tanda panah yang menunjukkan lingkaran mana yang harus dicoblos. Anak saya yang berumur tujuh tahun pasti bisa memilih lingkaran mana yang ditujukan untuk Bush, Gore, Buchanan, dan seterusnya.

Lagi pula, desain kertas suara itu sudah digunakan pada pemilu empat tahun lalu, dan dibuat oleh kaum demokrat sendiri. Seminggu sebelum Pemilu 2000, contoh kartu suara sudah dikirimkan ke setiap pemilih dan dibicarakan secara luas di setiap koran lokal. Pada saat itu tidak terlontar satu pun keberatan dari warga Palm Beach. Bahkan pada menit terakhir sebelum pemilih mencoblos, tersedia beberapa anggota komite pemilih yang bisa menjawab berbagai pertanyaan kalau masih ada ketidakjelasan yang tersisa.

Dengan semua itu, kalau memang ada yang masih mengklaim, beberapa hari setelah pemilu berlangsung, bahwa pemilu harus diulang karena dia bingung, apakah itu bukan sesuatu hal yang terlalu dicari-cari? Apakah rakyat AS begitu bodohnya sehingga untuk mengerti arah tanda anak panah saja tidak bisa, dan memerlukan satu atau dua hari untuk merenungkannya? Setiap pemilih adalah warga dewasa yang harus bertanggungjawab terhadap tindakannya. Kalau mereka keliru dan bingung, kenapa 100 juta pemilih lainnya harus menanggung akibatnya?

Karena menyadari lemahnya argumen kubu Al Gore dan potensi bahaya dari retorika politik yang memanas serta ketidakpastian politik yang berlarut-larut, sejumlah tokoh dan organisasi yang semula mendukung Gore sudah mulai berbalik arah. Contoh paling jelas bisa terlihat pada koran paling berpengaruh di AS, yaitu The New York Times dan The Washington Post. Kedua koran ini secara terbuka mendukung Gore sebelum pemilu kemarin. Tetapi, dalam tajuk rencana yang terbit Jumat, 10 November, mereka mengecam keras langkah-langkah kubu Gore.

The New York Times menulis, tindakan mereka akan “meracuni udara politik”, sementara The Washington Post menuding bahwa William Daley yang memimpin tim “perlawanan” kaum demokrat di Florida telah mengayun “langkah-langkah lebih lanjut yang tidak bertanggungjawab”. Kedua koran ini secara implisit menganjurkan agar Gore menerima kekalahan dengan besar hati, kalau penghitungan suara terakhir pada 17 November memang menunjukkan posisi Bush tetap tak tergoyahkan.

Dan saya kira Gore akan tunduk pada tuntutan akal sehat semacam itu. Demokrasi Amerika yang dasar-dasarnya diciptakan oleh Thomas Jefferson dan James Madison terlalu besar dan terlalu penting untuk dihancurkan hanya oleh ambisi kekuasaan segelintir orang.

Setelah drama politik ini berakhir, rakyat AS akan kembali melihat kehidupan politik yang berjalan normal. Bertahun-tahun kemudian, mereka akan mengenang Pemilu 2000 sebagai salah satu ujian yang membuktikan bahwa sistem demokrasi mereka adalah sistem yang matang, dan mereka layak berbangga karenanya.

12 November 2000

 

Enjoyed this article? Stay informed by joining our newsletter!

Comments

You must be logged in to post a comment.