Republik dan Kebebasan Politik

Moderator:
Selamat malam. Assalamualaikum. Malam ini kita akan berdiskusi tentang masalah republic dan kebebasan. Saya kira persoalan tentang republik dan kebebasan ini bisa kita kaitkan dengan masalah demokrasi. Diskusi kita kali ini adalah memaknai kembali republik.

Seperti kita tahu negara kita berbentuk republik, tanpa kita tahu apa itu republik. Kita juga mengenal republik Plato. Di sana Plato memimpikan kepemimpinan seorang King Philosopher, yang menurut saya jauh dari kepentingan umat. Konsep inilah yang diterapkan oleh Khomeini ketika ia membangun republik Islam Iran. Di sana ada wilayatul faqih.

Untuk itulah diskusi kita kali ini saya kira sangat menemukan konteksnya. Saudara Sahal akan membincangkan republik dari sisi liberal. Sedangkan saudara Robertus Robert akan berbicara republik dari sisi republikan.

Saya persilahkan bapak Sahal. Dan kemudian mas Robertus.

Sahal:
Terima kasih moderator. Assalamualaikum. Saya menulis makalah yang agak panjang, tapi saya tidak akan memakai makalah itu. Itu hanya akan menjadi latar belakang dari apa yang akan saya sampaikan.

Sebenarnya ide diskusi ini sudah muncul agak lama, dan saya segera menghubungi Robertus untuk berbicara bersama saya. Saya tahu dia sudah lama menekuni soal Kewarganegaraan dan dia juga telah menulis paper tentang republik dalam perspektif Hatta.

Kita sering memakai kata republik, seperti Republik Indonesia, tapi kita memaknainya secara taken for granted. Republik itu artinya bukan kerajaan. Sebenarnya definisi ini tidak memadai. Saya melihat tulisan para pendiri republik ini dan saya tidak menemukan pembahasan khusus tentang apa itu republik. Kenapa kita memilih republik.

Di sini saya mencoba melakukan tilihan terhadap istilah itu, kemudian melihat hubungannya dengan soal demokrasi.

Cerita bermula dari Itali. Kita sering mendengar nama Machiavelli sebagai tokoh politik yang dianggap kotor. Yang kurang kita gali adalah sosok Machiavelli sebagai orang yang memulai tradisi pemikiran republik di Barat. Ia hidup di Florence pada abad ke-16 dari sebuah keluarga kaya, keluarga Medici. Ia mencoba menjawab suatu pertanyaan penting, mengapa Romawi dulu bisa mencapai kejayaan.

Ia mencoba mengurai sebuah buku yang ditulis oleh seorang sejarawan Roma, Livi. Itu pun hanya beberapa bab yang dia bahas. Ia menyimpulkan bahwa Roma saat itu mencapai kejayaan karena kebebasan, dan kebebasan di sini ia kaitkan dengan negara. Jadi sebuah negara akan jaya kalau ia bebas. Bebas dari dominasi eksternal dan internal. Saat ini hal ini mungkin sederhana, namun saat itu tentu revolusiioner.

Negara bebas adalah negara yang memerintah diri sendiri. Apa maksud memerintah diri sendiri? Hal ini bisa dicapai, menurutnya, kalau setiap warga memiliki semangat republikan. Nah, apa itu republikanisme dalam pengertian Machiavelli. Di sini kita masuk ke pokok soal.

Republikanisme yang dia temukan dalam masyarakat Romawi pertama adalah civic virtue. Yakni kemauan untuk mendahulukan kepentingan publik, citizehsip. Kedua, warga diatur bukan oleh raja, tapi oleh suatu sistem yang impersonal. Yakni hukum. Saya di sini mengutip Rousseau, yang adalah penafsir, pengagum dan juga pengkritik Machiavelli. Dia bilang kenapa hukum menjadi dasar adalah karena dalam tradisi republik jika warga mengikuti hukum, maka dia bebas.

Jadi kebebasan di sini sangat berbeda dari yang dipahami oleh kaum liberal. Jadi kebebasan republikan adalah kebebasan berdasarkan hukum. Dan bebas dalam pengertian republikan adalah tidak menjadi budak. Yakni bebas mengatur diri sendiri, bebas dari dominasi.

Ini berbeda dari kebebasan dalam pengertian liberal sepeti dikemukakan Mill, misalnya. Juga Isaiah Berlin. Mereka mengartikan kebebasan sebagai tidak adanya paksaan, termasuk paksaan dari hukum. Sedangkan republikan mengatakan bahwa anda bebas justru karena annda mengikuti aturan.

Unduh

Enjoyed this article? Stay informed by joining our newsletter!

Comments

You must be logged in to post a comment.