Evolusi Alam-Semesta

Jorga Ibrahim

Pendahuluan

Bilamana kita diminta menyampaikan semacam kuliah dengan sasarannya ditujukan untuk para pendengar umum, di mana temanya berkaitan dengan bidang keilmuan yang sangat spesifik, perlu kita renungkan bahwasannya hal ini sesungguhnya merupakan sebuah tantangan serius.

Para hadirin dalam kuliah ini tentu sangat beragam, ada yang sarjana dengan latar belakang pengetahuan yang beraneka ragam dan ada pula yang datang dari kalangan awam. Jelaslah kerumitan yang akan kita hadapi; kita harus menyusun sebuah tulisan yang bisa dipahami semua orang.

Dengan melihat kenyataan itu, dirasakan bukanlah sesuatu yang gampang membuat kuliah umum semacam ini. Lain halnya jika audiens yang dihadapi adalah para ilmuwan yang memiliki pengetahuan yang sama, yang membuat kita merasa at home dan merasa lebih mudah menyampaikannya. 

Dalam kondisi demikian, untuk penyusunan tulisan yang disajikan, kita rasakan perlu memiliki bekal tambahan, di antaranya pengetahuan kiranya yang dapat menciptakan kehangatan dalam berdiskusi. Diperlukannya juga materi dari pemikiran hal-hal lain yang cukup penting untuk dimuat dalam tulisan kuliah. Ini memang sulit, karena latar belakang pengetahuan yang kita miliki tidak begitu kuat. Namun diharapkan sekali tulisan yang akan disampaikan tidak ”kering” dan tidak akan membosankan.

Gagasan pengadaan kuliah ini bermula ketika beberapa waktu yang lalu saudari Nong Darol Mahmada dari Freedom Institute menghubungi saya di Bandung. Dia meminta sekiranya saya bersedia menyampaikan sebuah kuliah umum di Freedom Institute. Tema perkuliahannya tidak tanggung-tanggung, yakni tentang evolusi alam-semesta (evolution of the universe) dan hubungannya dengan teori penciptaan alam-semesta (creation of the universe).

Tentu saja dengan tema semacam itu, perkuliahan dapat mengundang polemik serta dialog  berkepanjangan, apalagi kalau kita perhatikan kondisi ilmu pengetahuan dan teknologi di negeri ini sangat tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara maju yang memiliki pencapaian sains dan teknologi yang spektakuler. Akan tetapi, bagaimanapun saya memandang kegiatan ini merupakan sebuah langkah unik dalam menerobos cakrawala yang perlu dan harus direnungkan oleh masyarakat untuk melihat perkembangan keadaan ilmu pengetahuan dan teknologi secara mondial dewasa ini.

Freedom Institute memberikan kelonggaran dalam menyampaikan isi kuliah ini, pada azasnya, dapatlah diberikan dalam bentuk dengan penekanan pada yang bersifat semacam ilmiah-populer (scientifically popular). Akan tetapi isinyapun cukup tanggap bagi para pendengar berlatar belakang pengetahuan yang beraneka ragam. Saya beranggapan kegiatan seperti ini sangat baik dan perlu diteruskan.

Latar Belakang Pembahasan

Pertama-tama harus saya jelaskan bahwa latar belakang pendidikan saya adalah matematika murni (pure mathematics). Kendati demikian, dalam pengetahuan matematika tersirat konsep ruang yang dapat menuntun kita ke pemahaman ruang melengkung (curved space). Konsep ruang melengkung pada dasarnya tidak mudah dimengerti, bukan seperti kertas datar digulung menjadi permukaan silinder.

Lebih jauh, benar-benar harus disadari bahwa hal ini mustahil kita pahami jika hanya dengan membolak-balik ruang Euclid yang kita pakai sehari-hari dalam kehidupan manusia. Hanya, untuk mengenalnya saja, kita akan coba memperhatikan semacam ruang yang disebut ruang Riemann (Riemannian manifold), ditemukan oleh Georg Friedrich Bernhard Riemann (1826-1866), dipakai sebagai alat untuk memahami ruang melengkung itu, dan tidak akan dibahas secara mendalam lagi untuk selanjutnya.

Untuk memahami alam-semesta, kita ikuti bahwa ruang melengkung identik dengan konsep gravitasi universal yang pernah ditemukan ilmuwan besar Albert Einstein (1879-1955) pada 1915. Einstein dikenal karena karya tulisnya yang termashur The General Theory of Relativity. Dalam teori ini Einstein menjelaskan hukum-hukum alam sehingga ketika diterapkan pada alam-semesta kita bisa memahaminya. Di sinilah kita berjumpa dengan apa yang lazim dinamakan mekanika relativistik dilandasi teori relativitas umum dengan wahananya adalah yang kita maksud dengan ruang melengkung tadi.

Amatlah penting untuk kita simak pula sisi lain, mengenai keadaan alam-semesta di saat-saat sangat dini (the era of the very early universe), yaitu pada saat sangat dekat dengan peristiwa penciptaannya, hukum-hukum alam yang mendominasinya terletak pada yang dinamakan mekanika kuantum (quantum mechanics). Bagian dari teori kuantum ini mengalami kemajuan dengan perkembangannya begitu pesat, terutama di Eropa Barat, seperti di Gottingen, Wina, Kopenhagen dan tempat-tempat lainnnya pada tahun 1925-an. Para tokoh besarnya dalam perintisan disiplin ini, di antaranya tercatat nama besar seperti Werner Heisenberg (1901-1976) dan Erwin Schrödinger (1887-1961). 

Impian Albert Einstein untuk memperoleh bentuk penyatuan mekanika relativistik bersama mekanika kuantum tidak pernah terealisasikan, akan tetapi  yang jelas  semenjak alam-semesta premordial sampai sekarang saat ini keduanya telah menampilkan keampuhannya dalam menjalankan peranan mereka masing-masing. Tidak akan terlalu menyimpang apabila dikatakan kedua paradigma pengetahuan ini setidak-tidaknya bersifat komplementer.

Disiplin ilmu yang membahas evolusi alam-semesta serta penciptaannya, untuk mudahnya disebut saja Kosmologi (Cosmology), dengan pandangan pendekatan berawal adanya suatu ruang-waktu (4 dimensional) berupa ruang Riemann, tepatnya pseudo-Riemann, atau juga dikatakan ruang Lorentz. Ruang yang terdapat pada tulisan ruang-waktu itulah ruang melengkung real berdimensi 3 tempat kita menghuninya dalam alam-semesta yang menjalani usia  selama di sekitar 13,7 milyar tahun. 

Perkuliahan kosmologi seperti tersirat di atas pernah saya berikan bertahun-tahun pada Program Studi (Prodi) Astronomi, di Institut Teknologi Bandung (ITB), juga perkuliahan yang tergolong kategori matematika murni banyak saya berikan pada Prodi Matematika juga di lingkungan ITB selama periode tepatnya tahun 1976-1986. Semua perkuliahan ditujukan untuk keperluan tingkat Pasca Sarjana. Perlu diketahui pemakaian istilah Prodi (Program Studi) yang dipergunakan saat ini dapat diartikan Jurusan di lingkungan ITB pada abad yang lalu, walaupun coraknya berlainan.

Disebabkan suatu appeal dari Freedom Institute, public lecture atau kuliah umum ini sedikit banyak tinjauannya menyinggung eksistensi unik tentang penciptaan atau dengan kata lain ”kelahiran” alam-semesta atau the birth of the universe yaitu terkait peristiwa big-bang di era Planck diambil penemu pertama teori kuantum bernama Max Planck (1858-1954). Peristiwa big-bang  penyebab kelahiran alam-semasta dibahas lebih lanjut di depan.

Tidaklah mengherankan bilamana saja topik semacam ini secara natural akan mengundang pertanyaan bahwa di balik ini semua, kekuasaan dahsyat bagaimana sehingga adanya alam-semesta yang kita huni dewasa ini. Di sini tempatnyalah manusia terutama sekali bagi para penganut paham atau pegangan hidup jalur monotheisme. Di hati sanubarinya tertanam perasaan untuk mengakui atau lebih dari pada itu, meyakini keberadaan Sang Pencipta yang lazim dikenal dengan sebutan Tuhan. 

Bagi para penggemar musik, khususnya dari kategori yang berlansung pada periode 1750-1820, sebagai era musik klasik, mereka akan teringat dan tertarik pada sebuah gubahan tahun 1799 yang sangat indah dari komponis kenamaan, Franz Joseph Haydn (1732-1809). Gubahan ini tertulis dalam bentuk oratorio dengan judul die Schöpfung atau dalam bahasa Inggrisnya, the Creation mengikuti keberhasilan Isaac Newton (1643-1727) dengan teori gravitasinya yang menjadi landasan mekanika klasik. Teori Newton tertuangkan dalam bukunya yang sangat terkenal,  Philosopfiee Naturalis Principia Matematica yang biasa cukup disebut Principia.

*Unduh makalah Jorga Ibrahim

Enjoyed this article? Stay informed by joining our newsletter!

Comments

You must be logged in to post a comment.