Selama sekitar dua tahun sejak November 2006 hingga Oktober 2008 lalu, kami, Konsorsium untuk Kebebasan Sipil, yang terdiri dari beberapa lembaga di Jakarta Freedom Institute, Lembaga Survei Indonesia (LSI), The Indonesia Institute (TII), dan Jaringan Islam Liberal (JIL) dan individu yang peduli dengan penegakan hak-hak sipil, menyelenggarakan sejumlah kegiatan dengan tujuan utama mengkritisi tumbuhnya berbagai perda (peraturan daerah) bernuansa Syariah dan mengadvokasikan perubahannya. Rangkaian kegiatan ini mencakup studi kepustakaan, survei opini elite, wawancara radio, lokakarya dengan masyarakat sipil, dan dengar pendapat dengan para elite politik di daerah-daerah. Selain ditujukan kepada para elite politik, studi dan advokasi ini juga dimaksudkan sebagai pendidikan kewarganegaraan kepada khalayak umum dan untuk memperkuat jaringan kebebasan sipil di tanah air.
Buku ini sebagian berisi laporan ringkas dan non-teknis mengenai kegiatan-kegiatan di atas dan sebagian lainnya lagi berisi refleksi kami mengenainya, sesudah semuanya selesai dikerjakan. Kami memandang penting penerbitan buku ini karena kami merasa ada pelajaran yang bisa diambil dari rangkaian kegiatan kami untuk pengembangan studi dan advokasi kebebasan sipil lebih lanjut di Indonesia.
Itulah sebabnya mengapa buku ini kami beri judul demikian: Gerakan Kebebasan Sipil. Kami memang berharap bahwa apa yang sudah kami kerjakan ini adalah awal dari sebuah gerakan. Dan karena alasan-alasan di atas pula, penulisan buku ini kami usahakan sepopuler mungkin, bebas dari jargon yang tidak perlu dan memberatkan pembaca. Maka, misalnya, kecuali jika dipandang wajib, catatan kaki atau rujukan kepada kepustakaan tertentu tidak kami sertakan.
Buku ini dibagi ke dalam beberapa bab. Bab I, Pendahuluan, memaparkan sejumlah alasan mengapa kami cemas menyaksikan tumbuhnya perda-perda bernuansa Syariah dan tanggapan kami dalam bentuk serangkaian kegiatan studi dan advokasi. Bab ini juga mengupas apa yang dimaksud dengan gerakan-gerakan sosial, menjadi semacam pertanggungjawaban konseptual untuk klaim kami bahwa yang kami lakukan adalah sebentuk gerakan sosial. Bab ini diakhiri dengan pembahasan mengenai posisi elite politik dalam transisi demokrasi, yang menjadi alasan kami untuk memfokuskan studi dan advokasi kami kepada mereka.
Selain menyinggung masalah kebebasan sipil dan kebebasan beragama secara konseptual dan umum, bab II secara khusus menyoroti sejauh mana kebebasan beragama dijamin dalam konstitusi, perundang-undangan, dan peraturan pemerintah di Indonesia. Dan karena Indonesia adalah bagian dari komunitas dunia yang makin gencar memajukan kebebasan beragama, di bagian ini juga akan disinggung berbagai dokumen internasional tentang kebebasan beragama yang sudah diratifikasi dan disahkan oleh pemerintah Indonesia. Bab ini ditutup dengan paparan umum mengenai perda-perda bernuansa Syariah dan mengapa perda-perda itu kami anggap mengancam kebebasan beragama di Indonesia yang bukan negara Islam.
Bab III melaporkan dan mendiskusikan hasil dua kali survei opini elite yang kami lakukan pada Mei 2007 dan Juni-Juli 2008 di sembilan daerah di Indonesia: Kabupaten Pandeglang (Banten), Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Kabupaten Banjar Baru (Kalimantan Selatan), Kabupaten Bulukumba (Sulawesi Selatan), Kabupaten Jember (Jawa Timur), Kota Padang (Sumatera Barat), Kota Tangerang (Banten), Kota Bekasi, dan Kota Bogor (Jawa Barat). Kecuali Bekasi dan Bogor, daerah-daerah ini adalah daerah yang memiliki perda-perda bernuansa Syariah. Kami sengaja memasukkan Bekasi daogor sebagai daerah yang disurvei, untuk mendeteksi lebih jauh alasan-alasan mengapa elite politik di daerah mendukung atau tidak mendukung diterbitkannya perda-perda bernuansa Syariah. Tak lupa, pada bagian awal bab ini kami kemukakan juga desain yang digunakan di dalam survei.
Selanjutnya, bab IV melaporkan secara rinci dan mendiskusikan proses dan hasil dua kegiatan advokasi kami (lokakarya dengan masyarakat sipil dan dengar-pendapat dengan pejabat tinggi di daerah kabupaten maupun kota) di enam daerah di mana perda-perda bernuansa Syariah ditemukan: Pandeglang, Tasikmalaya, Banjar Baru, Bulukumba, Padang, dan Tangerang. Dalam rancangan kegiatan kami, dua kegiatan ini, ditambah dengan liputan media massa mengenainya, yang pada dirinya sendiri bisa jadi berfungsi sebagai agen sosialisasi dan advokasi, kami pandang sebagai perlakuan, semacam obat, yang sengaja kami coba suntikkan ke kepala dan hati begai pihak di daerah agar mereka turut merasakan kecean yang kami rasakan sehubungan dengan beredarnya perda-perda bernuansa Syariah. Segera harus kami tegaskan: tidak ada paternalisme di sini; semacam perasaan Orang Jakarta pasti lebih mengerti dari orang daerah. Kami hanya ingin mendengar pandangan mereka terhadap dan mendialogkan dengakami apa yang telah kami temukan lewat survei ilmiah.
Akhirnya, dalam bab V, Kesimpulan, kami mencatat dan mendiskusikan beberapa pelajaran yang kami peroleh dari rangkaian kegiatan kami. Beberapa rekomendasi juga kami sertakan di sini.
Untuk melengkapi bab-bab di atas, buku ini juga disertai dua lampiran. Lampiran I berisi daftar pertanyaan yang diajukan dalam dua survei opini elite. Dan lampiran II berisi kutipan laporan media massa yang menggenapi laporan dan diskusi ini mengenai sosialisasi hasil survei, seperti yang disampaikan dalam bab IV.
Sebagai bagian dari percobaan menegakkan hak-hak demokratis di negeri tercinta ini, kami amat bersyukur bahwa kami sudah berhasil menjalin kerjasama dengan banyak sekali pihak dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan ini. Dengan selesainya semua pekerjaan ini, kami menghaturkan banyak terimakasih kepada segenap lembaga dan individu yang sudah mendukung pelaksanaan kegiatan ini. Khususnya kepada Uni Eropa, yang mendukung sebagian pendanaan rangkaian kegiatan ini melalui skema European Initiative for Democracy and Human Rights (EIDHR) Micro Projects in Indonesia.
***
* Unduh buku "Gerakan Kebebasan Sipil: Studi dan Advokasi Kritis Atas Perda Syari`ah" Download E-book
You must be logged in to post a comment.